Rabu, 24 Oktober 2012

Hanya untuk Bunda





       Tak ada yang mengetahui perasaan orang lain.Begitu pula dengan diri Intan,dia hanya dapat terpaku menatap Bundanya terbaring lemah di kasur.Sedih bercampur gundah perasaan batinnya,mengiris sekejur tubuhnya lunglai meratapi Bunda tersayangnya.Apa yang sebenarnya yang Bunda pikirkan?Itulah pertanyaan yang terpendam di dalam sanubarinya.Bundanya hanya dapat terdiam membisu.Matanya seolah ibarat padi yang hampa isinya,entah apa yang dilihat Bundanya,dia hanya dapat menangis dalam hati.Diapun mencoba memahami perasaan Bundanya mencari cela dibalik hati Bunda yang kehilangan sang pendamping hidup.Memang Bundanya memiliki mental yang mudah rapuh.Semenjak Ayah pergi meninggalkan dia dan Bundanya,Bunda yang dikenalnya dahulu periang sekarang menjadi sesosok pendiam.Sebulan lima belas hari sudah,Bundanya tak kunjung meredakan kesedihan hatinya.Ayah memang sangatlah berharga di matanya dan Bundanya.Sesosok figur Ayahnya yang pekerja keras,berwibawa,dan selalu menjadi panutan yang bijaksana membuat dirinya sangat menyayangi Ayahnya.Tak dapat dilukiskan oleh goresan pena seberapa besar kasih sayang yang dipendamnya.Ayah,tahukah engkau anakmu ini sangat menyayangimu.Andaikan engkau menemani anakmu ini bermain catur setiap libur sekolah.Mendengarkan keluh kesahku akan tugas sekolah yang memberatkan hatiku.Ayah,hanya kau yang mampu membuatku bersemangat.Tetapi,sekarang kau telah tiada meninggalkan kami untuk selamanya.Itulah yang diucapkannya dalam hati yang berharap.Kehilangan Ayah hanya membuatnya terpuruk dalam lembah kesedihan.Dia harus bangkit,tegar,dan teguh seperti batu karang dalam menjalani kehidupan yang penuh liku-liku ini.Perlahan dia mencoba tegar demi Bunda tercintanya.Dia harus bangkit demi Bunda tersayangnya.Kalau dia seperti begini terus,dia akan tetap menjadi sesosok perempuan yang mudah menyerah.Yang dapat dilakukannya sekarang adalah mencari pekerjaan demi kebutuhan hidupnya.Dia mencari pekerjaan sambilan hanya untuk Bundanya.Melihat Bundanya tersenyum seindah pelangi di senja tenggelam sudah terasa cukup bagi hidupnya.Dia tidak menikmati masa transisi dari perubahan remaja menjadi dewasa,seperti yang dilakukan teman-temannya.Hanya untuk bunda dia lakukan hal ini.
Akhirnya setelah lelah mencari pekerjaan,dia diterima juga bekerja di sebuah warung makan Pak Zainal yang menjual makanan berkuah dan aneka makanan nasi.Meskipun upah yang diberikan dapat dibilang kecil.Akan tetapi,dia dapat menerimanya dengan tangan terbuka.Sepulang sekolah,dia bekerja di warung makan Pak Zainal dari pukul 15.00 sampai dengan 21.00.Jarak antara rumahnya dengan Pak Zainal hanya dapat diukur setinggi tiang bendera.Dia bekerja dengan penuh kerja keras.Namun,disela-sela kesibukannya dia dapat menyempatkan diri untuk belajar meskipun hanya sebentar.Pekerjaan ini dia lakukan sudah memasuki bulan kelima.Setelah selesai dari pekerjaannya seperti biasanya,diapun pulang ke rumahnya dengan membawa sebungkus makanan sisa yang dibungkusnya sebelum pulang.Berat hatinya memberikan nasi sisa kepada Bundanya.Namun hal ini dia lakukan demi kebaikan Bundanya.Pak Zainal memang dikenal dengan sebutan orang yang terkikir oleh masyarakat di sekitar situ.Jadi sudah sangat memaklumi dia dengan sikap Pak Zainal itu.Ketika berada di rumah,dia pun menyiapkan makanan untuk Bundanya.
“Bunda,makan yah…”katanya.
Bundanya hanya diam.Dia menyuapkan makanan ke mulut Bunda yang mungil itu.Bunda hanya menutup mulutnya dengan rapat.
“Bunda,kalau Bunda tidak makan nanti Bunda sakit.Ayo,makan Bunda.”
Perlahan Bunda membuka mulutnya.Bundanya memakan makanan itu hanya dengan tiga sendok suapan.Setelah selesai makan,dia pun menyuruh Bunda untuk tidur di malam yang sunyi itu.Dia mencium kening Bundanya yang hangat itu.Sejenak ada kesejukan dan ketentraman hati saat dia mencium kening Bunda.
            Keesokan harinya seperti biasanya,dia mencium kening Bunda sebelum dia pergi ke sekolah.Bundanya terlihat nyenyak di alam tidurnya.Dengan naik angkot, diapun pergi ke sekolah.Setibanya di sekolah,dia melangkah membawa lembar hati yang baru.Tidak ada yang mengetahui ia kehilangan Ayahnya.Hanya wali kelasnya,Pak Somad yang mengetahui  hal ini.Namun,keluarga Bundanya tidak mengizinkan untuk memberitahukan kematian ini kepada sekolah.Ayahnya pergi begitu cepat.Ayahnya dikuburkan pada hari Jumat oleh keluarga jauh Bundanya.Ayah tidak memiliki keluarga lengkap.Semenjak kecil Ayahnya hidup bersama Nenek.Ayah dan Ibu dari Ayahnya telah meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas.Perjalanan ayahnya memang penuh pengalaman yang sangat berharga yang akan dijadikannya sebagai langkah semangat baru demi sebuah keberhasilan pendidikan.Teringat dalam benaknya ketika Ayahnya dahulu menceritakan perjalanannya kepada dia.Ayah hidup tanpa bergantung dengan orang lain.Mengembara ke tempat yang jauh hanya untuk pendidikan yang mampu membuat masa depannya berkilau seindah embun di pagi hari.Namun terhapus sudah memori kenangan indah bersama Ayahnya,saat dia menyadari Ayahnya tak ada di sampingnya.Perlahan Intanpun duduk di bangku paling belakang bersama Emelia sahabat sejatinya.Hanya dengan Emelia, dia dapat menumpahkan segenap keluh kesah yang ada di dalam hatinya.Namun,tidak untuk masalah ini.Dia hanya ingin menyimpanya sendiri di dalam catatan hatinya.Dia tak ingin memberitahukan hal yang sangat menyedihkan ini kepadanya.Dia duduk sambil membaca buku di ruangan yang sunyi itu.Terlihat Emelia datang dan menggerakkan langkahnya ke arah Intan.
“Intan ,kenapa kamusekarang jadi pendiam.Apa kau ada masalah?”kata Emelia.
Wajar saja Emelia menanyakan hal ini karena dia melihat ada sesuatu yang dirahasiakan oleh sahabatnya itu.Intan sering menolak ajakannya untuk belajar kelompok atau pun kegiatan setiap liburan yang biasa dihabiskan dengan membuat mading.
“Tidak ada masalah.”kata Intan sinis.
“Aku tidak percaya denganmu.Kau pasti ada masalah,iyakan?”kata Emelia penasaran.
“Tidak ada”kata Intan mengulang.
“Ayolah cerita denganku.Aku ini kan sahabatmu,aku pasti akan menjaga rahasiamu.Apabila kau tidak mau,jangan sebut aku lagi sahabatmu.”kata Emelia agak memaksa.
“Mel,jangan seperti begitu.Aku tahu kau itu sahabatku.Tetapi terus terang,ini masalah pribadiku,aku bisa mengatasi masalahku sendiri.Lebih baik kita ke perpustakaan istirahat nanti,yah?”kata Intan mengalihkan pembicaraan.
“Maaf aku terlalu memaksamu untuk bercerita sesuatu hal yang menyakut masalah pribadi.Maaf yah?’’kata Emelia.
“Iya tidak apa-apa.”kata Intan.
            Ketika istirahat dia pergi ke perpustakaan bersama dengan sahabatnya.Di perpustakaan dia belajar membaca segudang ilmu yang akan membawanya ke sebuah kesuksesan.Ilmu memang ibarat permata yang berkilau,tidak dapat ditukar dengan sebongkah berlian yang sangat berharga.Diamembaca buku,perasaan batinnya seperti diintrogasi oleh sesosok petugas keamanan.Dia mencoba menoleh ke belakang.Hanya dilihatnya Yulia, teman sekelasnya sedang asyik membaca buku.Mungkin hanya perasaannya saja.Mereka pun meminjam buku dalam jangka yang telah ditetapkan.Mereka kembali ke kelas sambil membawa masing-masing buku yang dipinjam itu.Di dalam kelas terasa sekali keributan yang ditimbulkan oleh anak-anak kelas XI IPS-3.Kelasnya itu mendapat julukan sebagai kelas yang paling ribut di antara kelas lainnya.Meskipun demikian,julukan tersebut menjadikan sebuah motivasi yang mendorong siswa-siswinya berusaha untuk mendapatkan prestasi gemilang.Buktinya Hana teman sekelasnya dapat meraih juara ketiga dalam lomba PMR.Ini merupakan penghargaan tertinggi khususnya bagi kelas XI IPS-3.
Seusai pelajaran berakhir,Emelia mengajak Intan untuk makan bersama di tempat biasanya di warung Pak Amat.Dalam benak Emelia,Intan pasti menolak ajakannya itu.
“Intan,bagaimana kalau hari ini kita makan di warung Pak Amat?”tanya Emelia.
“Maaf,tidak bisa karena hari ini aku harus membaca buku ini.”kata Intan.
“Aku antar kamu pulang yah?” tanya Emelia mengajak.
“Tidak usah,Ayahku pasti sudah menjemput.Maaf yah.”kata Intan berbohong.
“Iya,tapi esok bisa kan?”
“Aku usahakan.Sudah yah,aku pulang duluan.”kata Intan sambil melangkahkan kakinya meninggalkan Emelia.
Intan hanya dapat merenungi perkataannya yang diucapkan kepada Emelia di dalam angkot yang banyak penumpang itu.Sampai kapan ia harus berbohong mencari alasan yang dapat diakui kebenarannya.Kesaksian palsu yang telah  terucap akan ia akhiri besok,batinnya terasa lelah harus berbohong secara berkelanjutan kepada sahabatnya itu.Dia harus konsentrasi terhadap belajar dan bekerjanya.Setibanya di rumah,dia membawa sebungkus makanan dan obat untuk Bundanya yang dibelinya di seberang rumahnya.
“Bunda,Intan datang..”katanya.
            Langkah Intan menuju ruangan Bunda,dilihatnya tidak ada Bunda.Dia berkata dalam hati,”Di mana Bunda?”Dia mencari Bunda keluar rumah.Dilihatnya Bunda sedang bermain bersama anak-anak.Namun apa yang dilihatnya,anak-anak itu menyebut Bundanya orang gila.Hati anak mana yang tak sedih jikalau orang lain memanggil Bundanya dengan sebutan orang yang tak waras.Dia mengusir anak-anak yang berada didekat Bunda.
“Bunda,Bunda kenapa?”
“Ayahmu,nak ada di sungai itu.”kata Bunda.
“Bunda,Ayah telah tiada.Sudahlah Bunda jangan bersikap begitu.”
“Ta..tapi Ayahmu di sana.Bunda ingin ke sana.Pergi bermain air dengan Ayah.Boleh yah,nak.”kata Bunda meminta.
“Tidak,Bunda.Ayo,kita pulang.”kata Intan mengalirkan air matanya.
Bunda pun menuruti perkataan anaknya itu.Di ruang Bunda Intan menyuruh Bunda untuk makan.Bundamakan dengan ketawa-ketawa sendiri seperti ada hal yang lucu dalam benaknya.Setelah selesai,diapun pergi bekerja dan mencium tangan Bundanya yang hangat itu.
Di tempat pekerjaan,dia merasa tidak bersemangat.Dia mengkhawatirkan kondisi Bundanya itu.Namun,dia yakin Bundanya pasti baik-baik saja.Waktu berlalu begitu cepat hingga akhirnya malampun tiba.Malam itu udara terasa dingin terlihat bintang bermain dengan riang gembira bersama rembulan.Dia pulang sambil membawa sebungkus makanan yang dibawanya hanya untuk Bundanya.Setibanya di rumah,ia langsung masuk ke ruangan Bundanya.Dia melihat Bundanya tidur pulas di atas kasur yang empuk itu.
“Bunda,ini aku belikan gelang untuk bunda.”
Intan hanya meletakkan gelang yang dibelinya dengan kerja keras seminggu lalu itu di sebelah kasur Bunda.Diapun kembali ke kamarnya.Seharian ini,ia tidak membaca buku karena warung makan Pak Zainal dibanjiri oleh para pengunjung.Malam itu hening menyejukkan hati.Dia membaca buku yang diambilnya di ranselnya berwarnakan merah muda miliknyayang anggun itu.Namun,apa yang dilihatnya ada sebuah surat yang warnanya merah jambu.Perlahan dia membuka surat itu.Di surat itu,tertulis kata-kata yang berisi:Dear Intan…Kau yang mempesona mengagumkan hatiku.Tahukah engkau aku sangat mengagumi karyamu yang sangat berbakat.Kau sangat jago dalam menuliskan puisi.Aku tidak dapat seperti dirimu.Tapi,jikalau kau tahu aku ini adalah penggemarmu.Kulihat puisimu tidak ada lagi di mading.Kenapa?Teruskanlah menuliskan puisi yang syahdu nan membawa sejuta insipirasi bagiku.Apa boleh kau menuliskan puisi untuk penggemarmu ini?Dan menempelkannya di mading.Aku pasti sangat menyukai hal itu.Dari penggemarmu.
Ketika membaca surat itu.Dia penasaran dengan siapa yang menuliskan surat tersebut.Namun,dia tidak dapat menuliskan puisi untuk penggemarnya itu.Hal itu dikarenakan hatinya belum menyatu dengan puisinya.Dia memang jago dalam membuat puisi yang romantis,tak heran teman-teman sekelasnya selalu memintadibuatkan puisi kepada Intan.Apalagi apabila valentine day tiba,pastinya teman-temannya menanti dia di depan kelas mengantre untuk dibuatkan puisi.Intan memang teman yang baik hati dan tidak pernah menolak permintaan teman-temannya itu. Diapun tidur di atas kasurnya yang berwarnakan biru langit sambil membaca surat dari penggemarnya itu dengan berulang kali dan membatalkan niat hati yang ingin belajar itu.Dia tidur bersama bintang yang merindukan rembulan.
Keesokan harinya diapun berseragam sekolah untuk menuntut ilmu yang berguna demi masa depannya.Dia mencium tangan dan kening Bundanya yang masih hangat seperti hari-hari sebelumnya.Bundanya tertidur pulas dalam belaian hangat kasih sayang dirinya itu.Dia naik angkot sambil membawa sepucuk surat buat sahabatnya Emelia.Setibanya di sekolah,ada seorang sahabatnya yang sekarang agak menjauh darinya yaitu Johan yang sepertinya sedang menunggu sang pujaan hati di depan kelasnya.
“Kok,tidak bersama Emelia?”kataJohan.
“Tidak apa-apa.”kata Intan melangkah cepat ke dalam kelas.
“Kamu tahu tidak?”tanyaJohan.
“Tidak,emangnya ada apa?”tanya Intan.
“Aku ini…”kata Johan mengghentikan pembicaraannya setelah Emelia datang.
“Eh,aku hari ulang tahun.Ada yang mau berbagi kado tidak dengan aku?”tanya Emelia sangat berharap.
“Ini untuk kamu.Met ultah yah moga tambah happy selalu..” kata Intan.
“Terimakasih,kau memang sahabatku yang baik hati.”kata Emelia.
“Kamu Johan?”tanya Emelia.
“Yah,bagaimana kalau aku teraktir makan hari ini?”tanya Johan.
“Ok deh.”kata Emelia.
Johan memang teman akrab sekaligus sahabat baik Intan dan Emelia yang sangat hobi jogging.Akan tetapi,belakangan ini Johan lebih sibuk menyiapkan pertandingan basket.Dia sangat antusias dalam mengikuti pertandingan antar sekolah itu yang akan dilaksanakan Minggu depan.Johan beda kelas dengan Intan dan Emelia.Johan kelas XI IPA-1 yang sangat menyukai percobaan di laboratorium.
Waktu berlalu seperti angin yang menghembuskan segenap keluh kesah yang membara.Akhirnya pelajaran pun berakhir dengan begitu lancar.Seusai pelajaran,Johan menunggu Intan dan Emelia di muka gerbang sekolah.Johan yang terkenal memiliki kharisma yang memikat sangat sabar menunggu mereka datang.Setelah menunggu beberapa menit,orang yang dinanti-nantipun datang.
“Ayo,kita berangkat.”kata Johan keluar dari mobilnya.
“Tunggu sebentar aku mengambil mobilku.Intan,kamu dengan Johan saja yah.Karena mobilku diparkir sangat jauh.”kata Emelia sambil melepaskan gandengan tangannya dari Intan.
“Aku sama kamu saja.”kata Intan.
“Ayo,dengan aku saja.”kata Johan sambil memegang tangan Intan.
“Tapi..”
Emeliapun mengambil mobilnya yang diparkir begitu jauh itu.Mereka melaju dengan kecepatan sedang ke sebuah restoran.Dalam mobil Intan hanya dapat terdiam membisu sambil membaca buku yang dia pinjam di perpustakaan.Setibanya di restoran mereka memesan makanan masing-masing.Merekapun memakan makanan yang telah dipesan tersebut.Ada yang ingin Intan beritahukan kepada kedua sahabatnya itu.
“Ada yang ingin aku bicarakan kepada kalian?Aku harap kalian mengerti dengan perasaanku.Sebelumnya aku meminta maaf karena aku menyimpan rahasia ini sudah  terlalu lama.”
Johan dan Emelia hanya mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
“Sebenarnya Ayahku…Ayahku sudah meninggal sebulan lalu.Maafkan aku baru memberitahukan sekarang.”kata Intan mengeluarkan air mata.
“Astaga,benarkah itu?Itu waktu yang terlalu lama kau pendam.Kenapa kau tidak memberitahukan kepada kami?”tanya Emelia.
“Aku tidak ingin membuat kalian sedih.Aku ingin merahasiakannya kepada kalian.Tetapi,aku tidak bisa membohongi kalian.Maafkan aku.”kata Intan menunduk.
“Sudahlah,tidakapa-apa,Intan.Bagaimana dengan Bunda kamu?Sekarang siapa yang menjadi tulang punggung keluargamu?”tanya Johan agak sedih.
“Bunda sekarang lagi sakit.Bundaku disebut orang gila dengan anak-anak.Bunda sangat terpukul atas kepergian Ayah.Aku yang menjadi tulang punggung keluargaku.Keluarga Bunda tidak menolong kami karena mereka benci dengan Bunda yang menikah tanpa restu orang tua.”katanya mengeluarkan air mata.
“Sahabat,tegarkan hatimu.Izinkan kami membantumu dengan semampu kami.Lebih baik sekarang bunda kamu dibawa ke rumah sakit.”kata Emelia mengeluarkan air matanya sambil merebahkan kepala sahabatnya itu di pundaknya.
Merekapun pergi ke rumah Intan sambil membawa sebungkus buah-buahan yang segar.Setibanya di ruangan Bundanya,mereka melihat Bunda yang sedang tertidur itu.
“Bunda,ini sahabat Intan.Bunda bangun.”
Bundanya hanya tertidur di atas kasur dan tidak menghiraukan perkataan anak tersayangnya itu.Intanpun memanggil dan menggerakkan tubuh Bundanya.Namun apa yang terjadi sesosok Bunda yang disayang telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
“Bunda,Bunda jangan pergi.”kata Intan menangis.
“Intan Bundamu sudah meninggal.Nadinya tak berdenyut lagi.Bundamu sudah tiada.”kata Emelia sambil memegang nadi Bunda Intan.
“Jangan menangis lagi.Ada kami di sini Intan.Kau tidak sendiri.Sudahlah.”kata Johan sambil memegang pundak Intan.
“Bunda…”kata Intan pingsan.
Lengkap sudah penderitaan yang dirasakan anak yang berharap ada kasih sayang yang tulus yang akan didapatkannya dari seorang keluarga.Intan memiliki mental yang rapuh sehingga ia tak sanggup memikul beban yang terasa berat untuk dipikulnya.Kedua sahabatnya hanya dapat menangis ketika melihat Intan sahabat yang dikenalnya sangan baik hati kini telah menjadi orang yang tak waras.
“Bunda..Bunda ayo makan.”kata Intan.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar