Sabtu, 24 November 2012

Kumpulan Puisi


Ungkapan Hati


Sahabat…
Izinkan aku menghapus air mata lukamu
Walau saat ini aku asing dalam hidupmu
Izinkan aku meniti di atas perjalananmu
Yang penuh badai deras menghantam tubuhmu

Sahabat…
Tahukah engkau keberadaanmu
Seperti pelangi nan indah di sanubari
Tapi kau tak pernah memahami arti dirimu
Kau terus seperti itu menunduk malu akan hadirmu

Sahabat…
Masih ku lihat engkau bersembunyi
Di antara bebatuan yang keras
Masih ku lihat cahaya sinarmu mulai redup
Seakan menelan jiwa ini dalam kehampaan

Sahabat…
Ketika ku mencarimu kau tak ada
Ketika ku mengaharapkanmu kau pergi
Ketika keberadaanmu isyarat hatiku kau acuhkan
Ketika kau mulai beranjak pergi aku tak kuasa

Sahabat…
Itukah identitas dirimu yang sesungguhnya
Itukah kamu yang selama ini tak ku tahu
Kalau benar itu maka semua sekan tak berarti
Hadirku hanya goresan pena yang tak bertinta

Sahabat…
Jika kau mengerti dengarkanlah
Alunan syair janji yang pernah kita cipta                                                                        
Tapi kau acuhkan aku karenanya
Berartikah dia dalam titian hidupmu
Berartikah dia daripada diriku ini

Sahabat…
Mungkin saat ini aku hanya mata yang tertutup
Mungkin aku hanya tangan kaku di hatimu
Mungkin aku hanya kaki lumpuh di hidupmu
Pergilah bersamanya lupakan diriku manusia cacat ini
Memang bersamanya kau akan bahagia
Sahabat…
Jauh di lubuk hatiku aku bahagia
Jika kau bahagia pula bersamanya
Sebait kata terakhir dariku untukmu sahabat
Terima kasih engkau telah hadir dalam hidupku


Doa Seorang Hamba

Ya Allah...
Hanya Engkau yang Maha Mengetahui
Apa yang akan terjadi nanti
Terhadap jalan hidup hamba
Hamba yakin seyakin-yakinnya kepada-Mu
Engkau selalu memberikan yang terbaik
Dalam hidup hamba ini

Ya Allah...
Pahit, manis roda hidup hamba
Hamba serahkan semua kepada-Mu
Hamba hanya dapat berdoa dan tawakal
Kepada-Mu wahai Yang Maha Kuasa

Ya Allah...
Hamba langkahkan hati dengan basmallah
Menitih hari dengan rasa ikhlas dalam setiap jejak
Berharap rido-Mu yang hamba raih

Ya Allah...
Engkau ajarkan hamba arti kehidupan
Engkau ajarkan hamba berbagi kebaikan
Engkau sang Maha Pengajar
Engkau tegur hamba saat hamba lupa
Engkau sandaran hidup yang terindah

Ya Allah...
Jangan uji hamba dengan beban keras
Yang tak mampu hamba pikul lagi
Hamba lemah bahkan tak mampu berdiri
Tapi karena-Mu hamba kuat
Karena-Mu hamba tegar saat hamba terjatuh

Ya Allah...
Hamba percaya kepada-Mu
Kepada takdir yang telah Engkau gariskan
Apapun itu hamba husnudzan kepada-Mu
Wahai yang Maha Memiliki langit dan bumi

Ya Allah...
Tolong hamba dalam risau ini
Tolong hamba dalam gelap ini
Tolong hamba dalam setiap apapun
Karena hamba tahu Engkau Maha Penolong

Ya Allah...
Tiada tali yang lebih indah
Selain tali yang berpegang teguh kepada-Mu
Wahai yang Maha Memelihara
Kabulkan doa dalam setiap rintihan ini

Ya Allah...
Hamba cukup akan nikmat-Mu
Hamba cukup dengan semua pemberian-Mu
Wahai yang Maha Pemberi
Izinkan hamba masuk ke dalam Surga-Mu
Surga firdaus-Mu yang Engkau jelaskan
Dalam lembar ayat-ayat-Mu ya Rabb
Tak kuasa hamba menahan bara api Neraka-Mu
Izinkan hamba tergolong dalam Surga-Mu
Hanya itu permintaan terakhir hamba

Ya Allah...
Hamba tahu diri ini hina dan rendah
Dihadapan-Mu hamba hanya insan yang bertumpuk dosa
Wahai yang Maha Pengampun
Ampunkan semua dosa-dosa ini
Izinkan hamba masuk ke dalam Surga-Mu
Wahai yang Maha Lembut

Ya Allah...
Entah kapan nafas ini berhenti
Entah kapan kematian menjemput diri ini
Hanya Engkau yang Maha Mengetahui

Ya Allah...
Ampuni hamba yang terlihat kotor ini
Wahai yang Maha Memaafkan
Izinkan hamba masuk ke dalam Surga-Mu
Izinkan hamba masuk ke dalam Surga-Mu

Ya Allah...
Kabulkan doa hamba yang lemah ini
Kabulkan wahai yang Maha Mengasihi
           

                                   

Kenangan Pantai Pagatan


Udara sejuk menenangkan kalbuku
Yang terhempas dalam beban kehidupan
Sang surya masih malu menampakkan dirinya
Kepada pantai menaungkan kenangan

Aku berjalan di pasir pantai pagatan
Sambil menatap ke arah langit biru
Bertaburkan awan-awan putih nan tersenyum
Seakan tebarkan syukur di dalam hatiku

Teringat kebahagiaan terajut di sini
Pantai pagatan telah mengukir tawa
Berbisik hati merintih akan kebahagiaan kembali
Tapi hanya bayangan itu yang ku dapat

Bermain riang, berlari, berenang bersama
Masih ku ingat bayangan itu lagi
Canda tawa yang seperti sekejap mata
Bersama pantai ini nan eksotik

Teringat wajah-wajah polos teman-temanku
Di bibir pantai yang melukis tangis kebahagiaan
Berpisah di sini saat kata perpisahan terlontar
Seakan menyimpan goresan luka di kalbu


Tak berdaya mendengar kata perpisahan itu
Hanya tangis yang tersemat di dalam kalbu
Pantai pagatan telah menyimpan jejak kenangan
Di sini ku masih berdiri menanti mereka kembali


Aku Bukan Siapa-siapa

Aku tak akan pernah memanggilmu
Walau ku tahu aku membutuhkan hadirmu
Aku tak akan pernah berbagi air mata ini
Walau ku tahu hidup perlu berbagi

Aku  tak akan pernah menyadarkan keluhku
Walau ku tahu itu kan mengurangi bebanku
Aku tak akan pernah menjadi orang istimewamu
Walau ku tahu itu mudah bagiku

Aku tak akan pernah menghapus air matamu
Walau ku tahu itu istimewa bagimu
Aku tak akan pernah memegang cintamu
Walau ku tahu itu harapan terbesarku

Karena aku bukan siapa-siapa
Karena aku bukan siapa-siapa
Bukan siapa-siapa selamanya
Di dalam hidupmu wahai permata

Siapa aku dalam hidupmu?
Adakah sosok ini berharga di kalbumu?
Bukan siapa-siapa itu jawabku
Aku tak pantas berada di kehidupanmu

Aku tahu ada yang berharga dariku
Di sana engkau akan melihatnya
Sang rembulan kan menyinari harimu
Menghapuskan lukamu itu wahai permata




Dia kan membelai hatimu
Ketika engkau rapuh akan citamu
Bersamanya akan mengukir bahagia
Bersamanya engkau kan raih citamu itu

Wahai cinta yang sempat mengisi
Genggamlah dia sang rembulan itu
Dia terlihat indah di mataku ini
Dia yang pantas bersandar di hatimu

Karena denganku engkau kan terluka
Karena denganku engkau kan risau
Karena denganku engkau kan terjatuh lagi
Bahagiaku melihatmu tersenyum bersamanya

                                                           

Jumat, 02 November 2012

Kunci Cinta Aisyah


Lagi-lagi aku melihat dirinya bersama Zahra, wanita yang dibilang sudah janda oleh sebagian masyarakat kampungku.  Zahra resmi menyandang status janda itu tepatnya lima bulan yang lalu. Sekarang janda muda itu malah bersama Kang Syafrudin yang aku cintai. “Mengapa sih dia bersama dengannya?” ucapku lirih.  Sorot mata sinis ini memandang ke arah mereka berdua. Ada duri yang tertancap di hati. Sakit rasanya melihat seorang yang dicintai bersama dengan orang lain lebih-lebih lagi bersama janda muda yang beranak dua. Ku alihkan pradigma salah ini, ku coba menghampiri keduanya.
“Assalamualaikum Kang Udin.”
“Waalaikumsalam, Dek Aisyah.”
“Mau ke mana nih Kang?”
“Emm, mau ke Jakarta.”
“Mau ngapain, Kang?”
“Mau nikah, Dek Aisyah.”
“Siapa yang mau nikah, Kang? Akang yah sama Ka Zahra?”
“Bukan Akang, Dek. Tapi, nih Ka Zahra yang mau nikah sama sepupu Akang.”
“Ternyata perkiraanku selama ini salah. Aku kira Kang Syafrudin ada hubungan spesial dengan Ka Zahra. Eh, ternyata tidak. Ya Allah, ampuni dosa hamba ini.” Ucapku dalama hati yang berdosa.Aku pun mengatakan kepada mereka selamat atas kelangsungan pernikahannya dan juga berdoa semoga pernikahan mereka langgeng sampai akhir hayat. Kang Syafrudin dan Ka Zahra hanya mengatakan terima kasih atas doa yang terlontar pada mulut mungil dari Aisyah.

*****

            Bersambung

Jumat, 26 Oktober 2012

Cinta dalam Hitungan


“Uh, bosannya suasana hatiku.” keluhku pada Intan.
“Lebih baik berenang saja nanti ngilang tuh bosannya.”
“Benar juga sih, tapi aku males. Males bangets tingkat tinggih nih.”
“Yah sudah ngemil permen saja.”
“Hmm, males juga. Ah, lebih baik tidur siang aja deh, biar adem nih hati.”
“Iya deh, jangan lupa mimpiin aku yah.”
“Ayo, sama-sama kita tidur biar nanti kita ketemu dalam mimpi.”
“Uh, kamu ini. Sudah tidur sana nggak mau ngikut ntar dalam mimpi aku ketularan males.”
“Tadi bilangnya mau minta mimpiin. Oke deh, aku tidur dulu yah.”
            Suasana hatiku memang agak keruh, mungkin hanya tidur yang bisa menghilangkan kekeruhan hati ini. Ku coba memenjamkan mataku menjelang duha yang memanggilku tetapi geritik hati menolak panggilan itu. Tetapi aku tak dapat memejamkan bola mata yang seperti bunga tulip di siang hari. Mengapa aku tak dapat memejamkan mata ini? “Huft, virus-virus males kian merajalela di hati. Hus, pergilah engkau virus males.” gumamku sendirian. Sepertinya aku tak dapat tidur, selain karena cuaca yang cerah juga karena kondisi mata yang tak ingin tertutup. Ku coba tuliskan uneg-uneg lewat dunia maya yang tak asing lagi bagi semua orang. Mungkin hanya dunia maya tempatku menumpahkan keluh kesah. Ku tuliskan status sederhana agar yang membaca mengomentari status itu. “Masya Allah, nih mata kenapa nggak bisa tidur sih?” Tulisan status yang ku ketik. Ku tunggu beberapa detik hingga menit pun berlalu ternyata ada juga yang mengomentari status yang mungkin tidak penting. Di balik layar facebook aku membaca komentar seorang pemuda yang mengatakan jangan lupa baca doa ya ukhti. Komentar sederhana yang menusuk hati. Aku pun mengomentari status itu syukron yah akhi. Dari balik sinilah aku mulai mengenal akhi Aby Zauhari yang juga tinggal satu daerah denganku lewat pesan facebook. Mulai dari cerita satu sama lain sampai tukar nomor kami lakukan berdua. Tak ada yang mengetahui apa yang ku perbuat ini. Termasuk dengan sahabatku Intan.
Aku hanya dapat tutup mulut akan cinta dunia maya ini.
 “Akhi, sudah makan apa belum?” kataku  memberi perhatian.
“Sudah ya ukhtiku tersayang. Lha ukhti sendiri sudah makan apa belum?”
“Sudah dong, akhi.”
“Baguslah kalau begitu. Ukhti, aku ingin makan masakan ukhti. Kapan nih ukhti mau ke rumahku?”
“Hmm, akhi. Ntar deh aku masakin kalau sudah jadi istri akhi. Yah akhi aja yang ke rumah ukhti masa ukhti ke rumah akhi sih?”
“Wah, pasti enak tuh masakan ukhti jadi kepengen cepat-cepat ngelamar ukhti nih. Tunggu aku sebulan lagi yah?”
“Akhi ini bisa aja. Emang mengapa ukhti harus nunggu sebulan lagi akhi?”
“Akhi mau ngebelin mas kawin buat ukhti tapi nih mau nabung dulu.”
“Wah akhi sudah sampai segitunya. Serius nih mau beliin mas kawin?”
“Yaiyalah masa yaiya dong. Boleh aku nelpon ukhti.”
“Boleh, akhi.”
            Dering handphone bersuarakan nyanyian Hadad Alwi terdengar. Aku segera mengangkat handphoneku. Tak sabar rasanya ingin berbicara kepada akhi yang selalu setia menemani langkahku.
“Assalamualaikum, ukhti.”
“Waalaikumsalam, akhi.”
“Ini, ukhti Aminah ya?”
“Iya, akhi.”
“Ukhti, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah selalu dalam lindungan Allah. Kalau akhi gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah berkat doa ukhti ana dalam keadaan sehat.”
“Syukurlah kalau begitu.”
“Hmm, ukhti mau tidak nikah denganku?”
“Emm, mau tapi ada syaratnya?”
“Apa itu, ukhti? Syarat apa saja bakalan akhi lakukan buat ukhti tersayang.”
“Hmm, akhi bisa ngegombal juga yah. Akhi mau nggak ngapalin 30 juz Alquran buat ukhti.”
“Masya Allah, ukhti. Ana nggak bisa ngapalin segitu kalau 5 juz ana bisa kok.”
“Nggak mau ah. Ukhti maunya 30 juz.”  
“Ukhtiku sayang ana hanya bisa 5 juz tapi kalau sampai segitu maaf ana lebih baik cari pendamping yang lain saja. Maaf yah, ukhti.”
“Oh, begitu yah akhi. Ya sudah, syukron akhi sudah mampir di hati anti.”
“Jadi ana ditolak nih. Mengapa sih syaratnya susah bangets ukhti?”
“Iya ditolak akhi. Itu bukan susah akhi. Anti memberi syarat itu agar akhi semakin mencintai firman Allah tapi akhi malah mencintai aku. Jadi lebih baik akhi cari yang lebih baik lagi dari anti. Syukron akhi atas semua perhatiannya selama ini.”
“Maafkan ana yang tidak bisa memenuhi syarat anti tapi jauh di lubuk hati ana, ana tulus mencintai ukhti karena Allah. Mungkin ukhti tidak tahu di sini ana sangat merindukan ukhti. Tapi kalau ukhti maunya seperti ini ana bisa terima. Mungkin juga karena kita memang bukan berjodoh, ukhti. Ya sudah, ana bisa menerima ini. Syukron juga atas perhatian ukhti. Assalamualaikum.”
            Setelah percakapan yang aku akhiri dengan salam itu sejenak aku merenungi apa yang sedang aku perbuat. Apakah aku salah memberi syarat seperti itu? Itukan satu pembuktiaan cinta. Ya sudahlah, aku hanya mengakhiri jalinan cinta yang baru berumur sebulan itu. Sungguh perkenalan dan percintaan yang terbilang singkat. Semenjak itulah aku mulai meninggalkan dunia maya dan menghapus pertemanan dengan Aby Zauhari. Hal ini aku lakukan hanya tak ingin mengulang masa lalu yang kelam bersamanya. Biarlah cerita ini hanya aku dan dia yang mengetahui itu. Di balik sini ada hikmah yang aku ambil yaitu aku tak ingin lagi mengulang kesalahan yang sama, mencintai orang yang tak jelas dari mana keberadaannya. Aku yakin Allah sudah mengatur jodoh terbaik dalam hidupku. Bukan jodoh yang sesuai dengan keinginanku tetapi memang jodoh yang sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Biarkan waktu yang menjawab akan hadirnya jodohku, mungkin dari sini juga aku lebih introspeksi doa bahwa di dalam doa tak perlu terburu-buru meminta kepada Allah untuk menghadirkan jodoh.