Tak
ada yang mengetahui perasaan orang lain.Begitu pula dengan diri Intan,dia hanya
dapat terpaku menatap Bundanya terbaring lemah di kasur.Sedih bercampur gundah
perasaan batinnya,mengiris sekejur tubuhnya lunglai meratapi Bunda
tersayangnya.Apa yang sebenarnya yang Bunda pikirkan?Itulah pertanyaan yang
terpendam di dalam sanubarinya.Bundanya hanya dapat terdiam membisu.Matanya
seolah ibarat padi yang hampa isinya,entah apa yang dilihat Bundanya,dia hanya
dapat menangis dalam hati.Diapun mencoba memahami perasaan Bundanya mencari
cela dibalik hati Bunda yang kehilangan sang pendamping hidup.Memang Bundanya
memiliki mental yang mudah rapuh.Semenjak Ayah pergi meninggalkan dia dan
Bundanya,Bunda yang dikenalnya dahulu periang sekarang menjadi sesosok
pendiam.Sebulan lima belas hari sudah,Bundanya tak kunjung meredakan kesedihan
hatinya.Ayah memang sangatlah berharga di matanya dan Bundanya.Sesosok figur
Ayahnya yang pekerja keras,berwibawa,dan selalu menjadi panutan yang bijaksana
membuat dirinya sangat menyayangi Ayahnya.Tak dapat dilukiskan oleh goresan
pena seberapa besar kasih sayang yang dipendamnya.Ayah,tahukah engkau anakmu
ini sangat menyayangimu.Andaikan engkau menemani anakmu ini bermain catur
setiap libur sekolah.Mendengarkan keluh kesahku akan tugas sekolah yang
memberatkan hatiku.Ayah,hanya kau yang mampu membuatku
bersemangat.Tetapi,sekarang kau telah tiada meninggalkan kami untuk
selamanya.Itulah yang diucapkannya dalam hati yang berharap.Kehilangan Ayah
hanya membuatnya terpuruk dalam lembah kesedihan.Dia harus bangkit,tegar,dan
teguh seperti batu karang dalam menjalani kehidupan yang penuh liku-liku
ini.Perlahan dia mencoba tegar demi Bunda tercintanya.Dia harus bangkit demi
Bunda tersayangnya.Kalau dia seperti begini terus,dia akan tetap menjadi sesosok
perempuan yang mudah menyerah.Yang dapat dilakukannya sekarang adalah mencari
pekerjaan demi kebutuhan hidupnya.Dia mencari pekerjaan sambilan hanya untuk
Bundanya.Melihat Bundanya tersenyum seindah pelangi di senja tenggelam sudah
terasa cukup bagi hidupnya.Dia tidak menikmati masa transisi dari perubahan
remaja menjadi dewasa,seperti yang dilakukan teman-temannya.Hanya untuk bunda
dia lakukan hal ini.
Akhirnya
setelah lelah mencari pekerjaan,dia diterima juga bekerja di sebuah warung
makan Pak Zainal yang menjual makanan berkuah dan aneka makanan nasi.Meskipun
upah yang diberikan dapat dibilang kecil.Akan tetapi,dia dapat menerimanya
dengan tangan terbuka.Sepulang sekolah,dia bekerja di warung makan Pak Zainal
dari pukul 15.00 sampai dengan 21.00.Jarak antara rumahnya dengan Pak Zainal
hanya dapat diukur setinggi tiang bendera.Dia bekerja dengan penuh kerja
keras.Namun,disela-sela kesibukannya dia dapat menyempatkan diri untuk belajar
meskipun hanya sebentar.Pekerjaan ini dia lakukan sudah memasuki bulan
kelima.Setelah selesai dari pekerjaannya seperti biasanya,diapun pulang ke
rumahnya dengan membawa sebungkus makanan sisa yang dibungkusnya sebelum
pulang.Berat hatinya memberikan nasi sisa kepada Bundanya.Namun hal ini dia
lakukan demi kebaikan Bundanya.Pak Zainal memang dikenal dengan sebutan orang
yang terkikir oleh masyarakat di sekitar situ.Jadi sudah sangat memaklumi dia
dengan sikap Pak Zainal itu.Ketika berada di rumah,dia pun menyiapkan makanan
untuk Bundanya.
“Bunda,makan
yah…”katanya.
Bundanya
hanya diam.Dia menyuapkan makanan ke mulut Bunda yang mungil itu.Bunda hanya
menutup mulutnya dengan rapat.
“Bunda,kalau
Bunda tidak makan nanti Bunda sakit.Ayo,makan Bunda.”
Perlahan
Bunda membuka mulutnya.Bundanya memakan makanan itu hanya dengan tiga sendok
suapan.Setelah selesai makan,dia pun menyuruh Bunda untuk tidur di malam yang
sunyi itu.Dia mencium kening Bundanya yang hangat itu.Sejenak ada kesejukan dan
ketentraman hati saat dia mencium kening Bunda.
Keesokan harinya seperti
biasanya,dia mencium kening Bunda sebelum dia pergi ke sekolah.Bundanya
terlihat nyenyak di alam tidurnya.Dengan naik angkot, diapun pergi ke
sekolah.Setibanya di sekolah,dia melangkah membawa lembar hati yang baru.Tidak
ada yang mengetahui ia kehilangan Ayahnya.Hanya wali kelasnya,Pak Somad yang
mengetahui hal ini.Namun,keluarga
Bundanya tidak mengizinkan untuk memberitahukan kematian ini kepada
sekolah.Ayahnya pergi begitu cepat.Ayahnya dikuburkan pada hari Jumat oleh
keluarga jauh Bundanya.Ayah tidak memiliki keluarga lengkap.Semenjak kecil
Ayahnya hidup bersama Nenek.Ayah dan Ibu dari Ayahnya telah meninggal dunia
dalam kecelakaan lalu lintas.Perjalanan ayahnya memang penuh pengalaman yang
sangat berharga yang akan dijadikannya sebagai langkah semangat baru demi
sebuah keberhasilan pendidikan.Teringat dalam benaknya ketika Ayahnya dahulu
menceritakan perjalanannya kepada dia.Ayah hidup tanpa bergantung dengan orang
lain.Mengembara ke tempat yang jauh hanya untuk pendidikan yang mampu membuat
masa depannya berkilau seindah embun di pagi hari.Namun terhapus sudah memori
kenangan indah bersama Ayahnya,saat dia menyadari Ayahnya tak ada di
sampingnya.Perlahan Intanpun duduk di bangku paling belakang bersama Emelia
sahabat sejatinya.Hanya dengan Emelia, dia dapat menumpahkan segenap keluh
kesah yang ada di dalam hatinya.Namun,tidak untuk masalah ini.Dia hanya ingin
menyimpanya sendiri di dalam catatan hatinya.Dia tak ingin memberitahukan hal
yang sangat menyedihkan ini kepadanya.Dia duduk sambil membaca buku di ruangan
yang sunyi itu.Terlihat Emelia datang dan menggerakkan langkahnya ke arah
Intan.
“Intan
,kenapa kamusekarang jadi pendiam.Apa kau ada masalah?”kata Emelia.
Wajar
saja Emelia menanyakan hal ini karena dia melihat ada sesuatu yang dirahasiakan
oleh sahabatnya itu.Intan sering menolak ajakannya untuk belajar kelompok atau
pun kegiatan setiap liburan yang biasa dihabiskan dengan membuat mading.
“Tidak
ada masalah.”kata Intan sinis.
“Aku
tidak percaya denganmu.Kau pasti ada masalah,iyakan?”kata Emelia penasaran.
“Tidak
ada”kata Intan mengulang.
“Ayolah
cerita denganku.Aku ini kan sahabatmu,aku pasti akan menjaga rahasiamu.Apabila
kau tidak mau,jangan sebut aku lagi sahabatmu.”kata Emelia agak memaksa.
“Mel,jangan
seperti begitu.Aku tahu kau itu sahabatku.Tetapi terus terang,ini masalah
pribadiku,aku bisa mengatasi masalahku sendiri.Lebih baik kita ke perpustakaan
istirahat nanti,yah?”kata Intan mengalihkan pembicaraan.
“Maaf
aku terlalu memaksamu untuk bercerita sesuatu hal yang menyakut masalah
pribadi.Maaf yah?’’kata Emelia.
“Iya
tidak apa-apa.”kata Intan.
Ketika istirahat dia pergi ke
perpustakaan bersama dengan sahabatnya.Di perpustakaan dia belajar membaca
segudang ilmu yang akan membawanya ke sebuah kesuksesan.Ilmu memang ibarat
permata yang berkilau,tidak dapat ditukar dengan sebongkah berlian yang sangat
berharga.Diamembaca buku,perasaan batinnya seperti diintrogasi oleh sesosok
petugas keamanan.Dia mencoba menoleh ke belakang.Hanya dilihatnya Yulia, teman
sekelasnya sedang asyik membaca buku.Mungkin hanya perasaannya saja.Mereka pun
meminjam buku dalam jangka yang telah ditetapkan.Mereka kembali ke kelas sambil
membawa masing-masing buku yang dipinjam itu.Di dalam kelas terasa sekali
keributan yang ditimbulkan oleh anak-anak kelas XI IPS-3.Kelasnya itu mendapat
julukan sebagai kelas yang paling ribut di antara kelas lainnya.Meskipun
demikian,julukan tersebut menjadikan sebuah motivasi yang mendorong
siswa-siswinya berusaha untuk mendapatkan prestasi gemilang.Buktinya Hana teman
sekelasnya dapat meraih juara ketiga dalam lomba PMR.Ini merupakan penghargaan
tertinggi khususnya bagi kelas XI IPS-3.
Seusai
pelajaran berakhir,Emelia mengajak Intan untuk makan bersama di tempat biasanya
di warung Pak Amat.Dalam benak Emelia,Intan pasti menolak ajakannya itu.
“Intan,bagaimana
kalau hari ini kita makan di warung Pak Amat?”tanya Emelia.
“Maaf,tidak
bisa karena hari ini aku harus membaca buku ini.”kata Intan.
“Aku
antar kamu pulang yah?” tanya Emelia mengajak.
“Tidak
usah,Ayahku pasti sudah menjemput.Maaf yah.”kata Intan berbohong.
“Iya,tapi
esok bisa kan?”
“Aku
usahakan.Sudah yah,aku pulang duluan.”kata Intan sambil melangkahkan kakinya
meninggalkan Emelia.
Intan
hanya dapat merenungi perkataannya yang diucapkan kepada Emelia di dalam angkot
yang banyak penumpang itu.Sampai kapan ia harus berbohong mencari alasan yang
dapat diakui kebenarannya.Kesaksian palsu yang telah terucap akan ia akhiri besok,batinnya terasa
lelah harus berbohong secara berkelanjutan kepada sahabatnya itu.Dia harus konsentrasi
terhadap belajar dan bekerjanya.Setibanya di rumah,dia membawa sebungkus
makanan dan obat untuk Bundanya yang dibelinya di seberang rumahnya.
“Bunda,Intan
datang..”katanya.
Langkah Intan menuju ruangan
Bunda,dilihatnya tidak ada Bunda.Dia berkata dalam hati,”Di mana Bunda?”Dia
mencari Bunda keluar rumah.Dilihatnya Bunda sedang bermain bersama
anak-anak.Namun apa yang dilihatnya,anak-anak itu menyebut Bundanya orang
gila.Hati anak mana yang tak sedih jikalau orang lain memanggil Bundanya dengan
sebutan orang yang tak waras.Dia mengusir anak-anak yang berada didekat Bunda.
“Bunda,Bunda
kenapa?”
“Ayahmu,nak
ada di sungai itu.”kata Bunda.
“Bunda,Ayah
telah tiada.Sudahlah Bunda jangan bersikap begitu.”
“Ta..tapi
Ayahmu di sana.Bunda ingin ke sana.Pergi bermain air dengan Ayah.Boleh
yah,nak.”kata Bunda meminta.
“Tidak,Bunda.Ayo,kita
pulang.”kata Intan mengalirkan air matanya.
Bunda
pun menuruti perkataan anaknya itu.Di ruang Bunda Intan menyuruh Bunda untuk
makan.Bundamakan dengan ketawa-ketawa sendiri seperti ada hal yang lucu dalam
benaknya.Setelah selesai,diapun pergi bekerja dan mencium tangan Bundanya yang
hangat itu.
Di
tempat pekerjaan,dia merasa tidak bersemangat.Dia mengkhawatirkan kondisi
Bundanya itu.Namun,dia yakin Bundanya pasti baik-baik saja.Waktu berlalu begitu
cepat hingga akhirnya malampun tiba.Malam itu udara terasa dingin terlihat
bintang bermain dengan riang gembira bersama rembulan.Dia pulang sambil membawa
sebungkus makanan yang dibawanya hanya untuk Bundanya.Setibanya di rumah,ia
langsung masuk ke ruangan Bundanya.Dia melihat Bundanya tidur pulas di atas
kasur yang empuk itu.
“Bunda,ini
aku belikan gelang untuk bunda.”
Intan
hanya meletakkan gelang yang dibelinya dengan kerja keras seminggu lalu itu di
sebelah kasur Bunda.Diapun kembali ke kamarnya.Seharian ini,ia tidak membaca
buku karena warung makan Pak Zainal dibanjiri oleh para pengunjung.Malam itu
hening menyejukkan hati.Dia membaca buku yang diambilnya di ranselnya
berwarnakan merah muda miliknyayang anggun itu.Namun,apa yang dilihatnya ada
sebuah surat yang warnanya merah jambu.Perlahan dia membuka surat itu.Di surat
itu,tertulis kata-kata yang berisi:Dear Intan…Kau yang mempesona mengagumkan
hatiku.Tahukah engkau aku sangat mengagumi karyamu yang sangat berbakat.Kau
sangat jago dalam menuliskan puisi.Aku tidak dapat seperti dirimu.Tapi,jikalau
kau tahu aku ini adalah penggemarmu.Kulihat puisimu tidak ada lagi di
mading.Kenapa?Teruskanlah menuliskan puisi yang syahdu nan membawa sejuta
insipirasi bagiku.Apa boleh kau menuliskan puisi untuk penggemarmu ini?Dan
menempelkannya di mading.Aku pasti sangat menyukai hal itu.Dari penggemarmu.
Ketika
membaca surat itu.Dia penasaran dengan siapa yang menuliskan surat
tersebut.Namun,dia tidak dapat menuliskan puisi untuk penggemarnya itu.Hal itu
dikarenakan hatinya belum menyatu dengan puisinya.Dia memang jago dalam membuat
puisi yang romantis,tak heran teman-teman sekelasnya selalu memintadibuatkan
puisi kepada Intan.Apalagi apabila valentine day tiba,pastinya teman-temannya
menanti dia di depan kelas mengantre untuk dibuatkan puisi.Intan memang teman
yang baik hati dan tidak pernah menolak permintaan teman-temannya itu. Diapun
tidur di atas kasurnya yang berwarnakan biru langit sambil membaca surat dari
penggemarnya itu dengan berulang kali dan membatalkan niat hati yang ingin
belajar itu.Dia tidur bersama bintang yang merindukan rembulan.
Keesokan
harinya diapun berseragam sekolah untuk menuntut ilmu yang berguna demi masa
depannya.Dia mencium tangan dan kening Bundanya yang masih hangat seperti
hari-hari sebelumnya.Bundanya tertidur pulas dalam belaian hangat kasih sayang
dirinya itu.Dia naik angkot sambil membawa sepucuk surat buat sahabatnya
Emelia.Setibanya di sekolah,ada seorang sahabatnya yang sekarang agak menjauh
darinya yaitu Johan yang sepertinya sedang menunggu sang pujaan hati di depan
kelasnya.
“Kok,tidak
bersama Emelia?”kataJohan.
“Tidak
apa-apa.”kata Intan melangkah cepat ke dalam kelas.
“Kamu
tahu tidak?”tanyaJohan.
“Tidak,emangnya
ada apa?”tanya Intan.
“Aku
ini…”kata Johan mengghentikan pembicaraannya setelah Emelia datang.
“Eh,aku
hari ulang tahun.Ada yang mau berbagi kado tidak dengan aku?”tanya Emelia
sangat berharap.
“Ini
untuk kamu.Met ultah yah moga tambah happy selalu..” kata Intan.
“Terimakasih,kau
memang sahabatku yang baik hati.”kata Emelia.
“Kamu
Johan?”tanya Emelia.
“Yah,bagaimana
kalau aku teraktir makan hari ini?”tanya Johan.
“Ok
deh.”kata Emelia.
Johan
memang teman akrab sekaligus sahabat baik Intan dan Emelia yang sangat hobi
jogging.Akan tetapi,belakangan ini Johan lebih sibuk menyiapkan pertandingan
basket.Dia sangat antusias dalam mengikuti pertandingan antar sekolah itu yang
akan dilaksanakan Minggu depan.Johan beda kelas dengan Intan dan Emelia.Johan
kelas XI IPA-1 yang sangat menyukai percobaan di laboratorium.
Waktu
berlalu seperti angin yang menghembuskan segenap keluh kesah yang
membara.Akhirnya pelajaran pun berakhir dengan begitu lancar.Seusai
pelajaran,Johan menunggu Intan dan Emelia di muka gerbang sekolah.Johan yang
terkenal memiliki kharisma yang memikat sangat sabar menunggu mereka
datang.Setelah menunggu beberapa menit,orang yang dinanti-nantipun datang.
“Ayo,kita
berangkat.”kata Johan keluar dari mobilnya.
“Tunggu
sebentar aku mengambil mobilku.Intan,kamu dengan Johan saja yah.Karena mobilku
diparkir sangat jauh.”kata Emelia sambil melepaskan gandengan tangannya dari
Intan.
“Aku
sama kamu saja.”kata Intan.
“Ayo,dengan
aku saja.”kata Johan sambil memegang tangan Intan.
“Tapi..”
Emeliapun
mengambil mobilnya yang diparkir begitu jauh itu.Mereka melaju dengan kecepatan
sedang ke sebuah restoran.Dalam mobil Intan hanya dapat terdiam membisu sambil
membaca buku yang dia pinjam di perpustakaan.Setibanya di restoran mereka
memesan makanan masing-masing.Merekapun memakan makanan yang telah dipesan
tersebut.Ada yang ingin Intan beritahukan kepada kedua sahabatnya itu.
“Ada
yang ingin aku bicarakan kepada kalian?Aku harap kalian mengerti dengan
perasaanku.Sebelumnya aku meminta maaf karena aku menyimpan rahasia ini
sudah terlalu lama.”
Johan
dan Emelia hanya mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
“Sebenarnya
Ayahku…Ayahku sudah meninggal sebulan lalu.Maafkan aku baru memberitahukan
sekarang.”kata Intan mengeluarkan air mata.
“Astaga,benarkah
itu?Itu waktu yang terlalu lama kau pendam.Kenapa kau tidak memberitahukan
kepada kami?”tanya Emelia.
“Aku
tidak ingin membuat kalian sedih.Aku ingin merahasiakannya kepada
kalian.Tetapi,aku tidak bisa membohongi kalian.Maafkan aku.”kata Intan
menunduk.
“Sudahlah,tidakapa-apa,Intan.Bagaimana
dengan Bunda kamu?Sekarang siapa yang menjadi tulang punggung keluargamu?”tanya
Johan agak sedih.
“Bunda
sekarang lagi sakit.Bundaku disebut orang gila dengan anak-anak.Bunda sangat
terpukul atas kepergian Ayah.Aku yang menjadi tulang punggung
keluargaku.Keluarga Bunda tidak menolong kami karena mereka benci dengan Bunda
yang menikah tanpa restu orang tua.”katanya mengeluarkan air mata.
“Sahabat,tegarkan
hatimu.Izinkan kami membantumu dengan semampu kami.Lebih baik sekarang bunda
kamu dibawa ke rumah sakit.”kata Emelia mengeluarkan air matanya sambil
merebahkan kepala sahabatnya itu di pundaknya.
Merekapun
pergi ke rumah Intan sambil membawa sebungkus buah-buahan yang segar.Setibanya
di ruangan Bundanya,mereka melihat Bunda yang sedang tertidur itu.
“Bunda,ini
sahabat Intan.Bunda bangun.”
Bundanya
hanya tertidur di atas kasur dan tidak menghiraukan perkataan anak tersayangnya
itu.Intanpun memanggil dan menggerakkan tubuh Bundanya.Namun apa yang terjadi
sesosok Bunda yang disayang telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
“Bunda,Bunda
jangan pergi.”kata Intan menangis.
“Intan
Bundamu sudah meninggal.Nadinya tak berdenyut lagi.Bundamu sudah tiada.”kata
Emelia sambil memegang nadi Bunda Intan.
“Jangan
menangis lagi.Ada kami di sini Intan.Kau tidak sendiri.Sudahlah.”kata Johan
sambil memegang pundak Intan.
“Bunda…”kata
Intan pingsan.
Lengkap
sudah penderitaan yang dirasakan anak yang berharap ada kasih sayang yang tulus
yang akan didapatkannya dari seorang keluarga.Intan memiliki mental yang rapuh
sehingga ia tak sanggup memikul beban yang terasa berat untuk dipikulnya.Kedua
sahabatnya hanya dapat menangis ketika melihat Intan sahabat yang dikenalnya
sangan baik hati kini telah menjadi orang yang tak waras.
“Bunda..Bunda
ayo makan.”kata Intan.