Senin, 15 Oktober 2012

Berkibarlah Mengejar Mentari


            Wajahnya polos tak berdosa. Bola matanya bersinar lembut bagaikan butiran salju. Lesung pipinya terlihat indah ketika dia mengembangkan senyuman manisnya kepada semua orang. Dia adalah  Ari Guruh Irawan yang biasa dipanggil Guruh, bocah cilik yang gemar bermain sepak bola. Kegemarannya itu membuat dia ingin menjadi atlet olahraga seperti Christian Ronaldo, idola yang sangat dia kagumi. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang sehat membuatnya  bertekad mewujudkan impian  itu menjadi seorang bintang lapangan yang terkenal di seluruh dunia. Mengharumkan nama negaranya Indonesia,  itulah harapan terbesar dalam dirinya. Sungguh impian yang sangat mengagumkan.
            Keluarga Guruh tergolong kaya dan memiliki usaha bisnis warnet yang cukup besar  yang dikendalikan  oleh sepupu ayahnya. Di balik kekayaannya itu,  mereka bersikap sederhana. Kesederhanaan yang ditampilkan ini menimbulkan semua orang sangat menghormati dan menghargai  keluarga mereka. Terkadang kekayaan menjadi jurang pemisah kepada si miskin. Akan tetapi, tidak untuk keluarga Guruh yang menerapkan sikap selalu peduli untuk membantu terhadap sesama. Ayah Guruh bekerja sebagai guru olahraga,  sedangkan ibunya berwirausaha menyewakan tempat kos  kepada para mahasiswa dengan biaya perbulan relatif  terjangkau bagi kantong anak kampus. Ukuran ruang tempat kos terbilang sederhana, jauh dari kesan mewah. Namun, di tempat ini anak kampus berkumpul dan berbagi pengalaman tentang kisah kehidupan masing-masing. Mereka anak kampus yang memiliki harapan dan pola pemikiran yang berbeda jauh dibandingkan sewaktu duduk di bangku sekolah menengah atas. Jauh dari kampung halaman,  mereka berjuang  untuk menggapai  mimpi yang tinggi. Seindah embun di pagi buta,  itulah sebutir harapan yang terbersit dalam diri anak kampus. Berhasil itulah kata terindah yang ingin mereka raih.
            Guruh memang memiliki tingkat kemauan yang tinggi. Dia juga sangat mudah bergaul dengan semua mahasiswa sesama penghuni kos.  Di antara sepuluh anak kampus itu,  hanya Ka Rahmat yang akrab dengannya. Ka Rahmat, mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan semester lima merupakan salah satu sosok yang sangat mudah membaur dengan dirinya. Ka Rahmat patut diacungi jempol karena selalu menjadi juara dalam contest body. Menjadi pemenang juara ketiga dalam Gebyar Body Contest itulah salah satu yang pernah diraihnya. Dari Ka Rahmat, dia belajar untuk mengutamakan gaya hidup sehat dengan  tidak memakan aneka jajanan sekolah yang terkadang mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan.
“Guruh, kalau besar nanti kamu mau menjadi apa?” tanya Ka Rahmat.
“Mau jadi seperti Christian Ronaldo.”  jawab Guruh dengan tegas.
“Kenapa tidak jadi guru olahraga seperti ayahmu?”
“Guruh hanya ingin menjadi pemain sepak bola. Ingin mengharumkan Indonesia. Tidak ingin menjadi guru yang hanya berpangku tangan dan duduk di kelas.”
“Oh begitu, tapi menjadi guru itu mulia dan merupakan amal jariah.Lebih baik kamu menjadi guru saja.”
“Tidak mau, Guruh hanya ingin menjadi pemain sepak bola.”
“Iya. Kakak hanya menyarankan saja.”
“Guruh hanya ingin menjadi pemain sepak bola. Titik.” ulangnya.
            Ka Rahmat hanya dapat tersenyum melihat tingkah laku bocah cilik yang masih duduk di bangku kelas lima SDN 2 Banjarbaru itu.
“Ka, kenapa Kakak masih jomblo. Teman-teman Kakak semuanya sudah memiliki cewek.”
“Tidak apa-apa. Kakak hanya ingin sendiri dulu. Kamu tidak akan mengerti apa itu cinta yang hakiki.”
“Emangnya apa itu cinta hakiki?”  tanya Guruh penasaran.
“Cinta hakiki itu cinta yang suci bukan sekedar permainan yang terjalin di atas pernikahan. Kakak tidak ingin mempermainkan perasaan cewek. Suatu saat nanti Kakak yakin akan ada seseorang yang mendampingi hidup Kakak. Memberikan senyuman manjanya kepada Kakak. Terkadang Kakak menyikapi rasa sepi sebagai belenggu. Memang tidak lengkap rasanya hidup tanpa cinta. Namun, setelah Kakak berpikir yang diutamakan sekarang bukanlah cinta, tetapi sebuah impian. Coba kamu lihat bintang di langit ketika malam tiba. Kalau Kakak memandangnya, impian Kakak terasa  terbawa di dalamnya.”
“Emangnya impian Kakak apa?”
“Menjadi guru olahraga dan membuka usaha fitnes.”
“Wah, bagus sekali impian Kakak. Semoga dapat tercapai, Ka.”
            Ka Rahmat hanya mengangguk sambil meminum sebotol air mineral dari tangannya. Mereka memandang ke arah Lapangan Murjani yang masih terlihat banyak orang sedang asyik jogging. Hembusan nafas keduanya menyatu dalam alunan angin lembut.
*****
“Ayah,kapan Timnas Indonesia bisa menjadi juara pertama?”
“Tidak tahu, Guruh. Mungkin suatu saat nanti nama Indonesia  akan bersinar terang di seluruh dunia.”
“Ayah, jika Guruh menjadi pemain sepak bola,  apa Ayah akan marah?”
“Tidak, Nak. Ayah tidak mengharapkan kamu menjadi seperti  Ayah. Kamu bebas menentukan jalan terbaik dalam hidupmu, asalkan semua itu bermanfaat buat hidupmu ke depannya.  Ayah selalu mendukungmu, Nak. Nanti kamu akan menjadi apapun, itu adalah hak asasimu  sebagai makhluk pribadi. Kamu boleh menjadi apa yang kamu inginkan. Mimpimu itu ada di genggaman tanganmu. Jadi kamu harus belajar yang pintar.  Buat ayah dan semua keluarga  bangga.”
“Iya, Ayah.  Guruh akan berjuang untuk membuat ayah bangga.”
            Ayah Guruh hanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut anaknya itu. Mereka masih menyaksikan pertandingan sepak bola yang sangat menegangkan. Orang tua bukanlah mengharapkan anaknya menjadi sosok tiruan dirinya. Akan tetapi, tersenyum bahagia di atas kebahagian anaknya, itu saja  sudah terasa cukup bagi sosok orang tua. Mereka  tidak pernah  meminta balas jasa dari anaknya. Hal itu merupakan wujud dari keikhlasan setiap orang tua.
  *****
            Waktu berlalu bagaikan alunan nada berirama merdu. Membawa segelintir pengalaman hidup bagi sebagian orang. Waktu bukanlah segenggam uang yang dapat dibeli untuk dihentikan. Waktu adalah jalan hidupmu. Kemarin hanyalah kenangan yang lalu,yang akan datang hanyalah angan –angan yang tidak jelas. Sekarang bocah cilik yang terkenal dengan keluguannya itu tumbuh menjadi pribadi berjati diri mandiri. Dia bermentalkan baja, tegar seperti terumbu karang dalam hempasan gelombang. Tak ada kesan terindah bagi dirinya selain kenangan bersama bola yang memberinya motivator untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Berkali-kali memenangkan juara futsal membuat dia yakin bahwa mimpinya akan terwujud menjadi primadona lapangan hijau.
            Dua bulan belakangan ini ayahnya sakit-sakitan. Dia sangat mengkhawatirkan kondisi ayahnya itu. Entah apa penyakit yang diderita ayahnya dia pun tidak tahu. Ayahnya selalu merasakan sakit kepala di setiap waktu. Merawat ayahnya di rumah sakit itulah jalan terbaik sekarang. Demi kesembuhan sang ayah semua harta dikeluarkan. Apalah arti uang yang berlimpah ruah bila dibandingkan dengan kesembuhan ayahnya. Ujian silih berganti, usaha bisnis ayahnya mengalami bangkrut hal ini disebabkan sepinya pengunjung warnet, komputer yang tersedia mengalami kerusakan selain itu pula menejemen keuangan tidak dikelola dengan baik. Tempat kost yang dulunya ramai kini sepi tidak ada yang menempati seperti yang dulu. Rasanya impian menjadi pemain sepak bola hanyalah bayangan kabur yang tak berberkas. Berada dalam kegelisahan itulah yang dia rasakan. Hidup terkadang berada di bawah dan di atas. Jikalau berada di atas manusia banyak bersyukur dan memberi tetapi jikalau di bawah manusia harus sabar dan tidak berputus asa. Roda-roda kehidupan terus berputar dan takkan terhenti. Hidup dia memang berada di bawah ingin rasanya dia berteriak menghilangkan beban jiwa agar terkikis jeritan hati yang kian menyiksa. Dia goyah dan lemah. Siapa yang dapat menolongnya selain pertolongan dari Sang Ilahi. Dia membasuh relung jiwa yang bersimbah dosa lewat tangisan air mata. Hatinya bertobat, dia sadar bahwa dia lupa untuk mengingat-Nya Sang Pencipta Alam Semesta Raya. Dia hanya dapat berdoa agar kerikil-kerikil yang dialaminya dapat berlalu dan tak lupa dia selalu panjatkan doanya untuk kesembuhan ayahnya.
“Maaf kami hanya dapat menolong tapi Allah juga yang berkehendak. Ayahmu tidak dapat diselamatkan karena kanker otaknya itu sudah memasuki stadium tiga.”  kata Dokter ikut berduka.
            Bagaikan suara ledakan meriam mendengar perkataan Dokter yang mengerikan. Tubuhnya lunglai namun langkahnya tergopoh-gopoh menuju ruang ICU. Dia hanya mampu menatap tubuh ayahnya yang tak bernyawa. Figur ayahnya yang dikenalnya kini telah meninggalkannya selama-lamanya. Teringat perkataan ayahnya sewaktu pergi ziarah ke Kalampayan. ”Lelaki sejati itu tidak pernah menangis dan mengatakan dirinya kuat di saat dia lemah. Kau harus menjadi lelaki sejati anakku.” Itulah nasehat terakhir yang disampaikan ayahnya sebelum nafas itu tak  berhembus lagi. Kepergiaan ayahnya membuat dia terpuruk bahkan semua impian yang dia genggam erat sebelumnya kini hanyalah seperti butiran pasir di gurun sahara yang terbang diterjang sang angin.
            Detik bergantikan menit, menit bergantikan jam, siang bergantikan malam, hari bergantikan bulan, bulan bergantikan tahun. Dia melalui hari beserta ibunya dengan senyum tangis kebahagiaan. Hari yang dia lalui tak jemu bernyanyi melantunkan syair-syair gerimis dalam hidupnya membuat dia tegar berdiri untuk menapak.
“Ibu, Guruh sudah lulus SMA. Izinkan anakmu ini meraih mentari. Mungkin bukan menjadi pemain sepak bola yang menjadi garis takdir Guruh, Ibu. Tetapi, menjadi penolong bagi sesame itulah yang digariskan-Nya untuk Guruh. Anakmu ini ingin menjadi Dokter, Ibu. Apa Ibu mengizinkan anakmu ini?”
“Anakku engkau sudah dewasa sudah mengetahui apa yang harus kamu lakukan. Masa depanmu ada ditanganmu, nak. Ibu hanya dapat mendukungmu. Doa Ibu untukmu selalu anakku. Semoga kamu dapat meraih mimpi yang kamu harapkan.”
“Terima kasih, Ibu.” kata Guruh sambil memeluk erat dekapan hangat dari tubuh renta Ibunya.
            Melewati segala macam rintangan dan halangan sangatlah berat. Jika tidak kuat maka akan jatuh bahkan tak mampu menapak jejak kehidupan ini. Diperlukan semangat yang kuat dan kesabaran tingkat tinggi untuk mencapai apa yang diharapkan. Jangan pernah bersembunyi di balik cangkang, hadapilah realita kehidupan dengan selalu berprasangka baik akan garis takdir Ilahi.Mungkin hal inilah yang diterapkan Guruh dalam hidupnya. Dia terus berkibar mengejar mentari.
Mesjid Nahroba terlihat sekali banyak  lelaki yang ingin melakukan salat Jumat. Suara kumandang azan menggema semua para lelaki menuju ke mesjid untuk melaksanakan kewajibannya.
“Guruh?  Iyakan?” tanya seorang pemuda.
“Iya, maaf anda siapa?”
“Aku Rahmat. Lama tak jumpa kamu ternyata kamu sudah sebesar ini. Setelah aku keluar dari rumah kost aku sangat rindu denganmu. Sekarang kamu tinggal di mana? Aku mencarimu di rumahmu tapi kamu tidak ada.”
“Iya, lama sekali sudah hampir tujuh tahun. Tinggal di balitrra, ayah sudah meninggal karena kanker otak. Bisnis ayah bangkrut terpaksa menjual rumah kost untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rumah sudah dijual buat kesembuhan ayah. Semua kekayaan yang pernah ada kini telah hilang. Rasanya kebahagiaan itu tidak pernah akan aku rasakan lagi, ka.”
“Benarkah?  Astagfirullah aku turut berduka cita atas kepergiaan ayahmu. Aku tahu kamu pasti kuat, Guruh. Disetiap kesulitan pasti ada kemudahan. Guruh, izinkan aku membalas jasa keluargamu. Aku dapat menjadi guru olahraga dan membuka usaha fitness seperti sekarang ini karena bantuan keluargamu. Tahu tidak, demi kuliahku  rela menjual mobil sedan kesayangannya. Dan Ibumu selalu mendoakanku agar dapat mewujudkan mimpiku.Menjadi sukses seperti sekarang inilah yang keluargamu harapkan. Maukah kamu menjadi bagian keluargaku tinggallah bersama kami.”
“Terima kasih,  Ka Rahmat.”  katanya memeluk tubuh Ka Rahmat.
                        Ka Rahmat pun membantu Guruh mewujudkan mimpinya mengejar mentari.Guruh memiliki tingkat ketekunan dan keyakinan yang tinggi dalam mimpinya sehingga lima tahun kuliah di Fakultas Kedokteran kini sang pengejar mentari itu menjadi dokter yang bersinar namanya karena kebaikan dan ketulusan hatinya dalam menolong sesama.
                        Kebaikan diri seseorang mungkin hanya dapat dikenang, entah suatu saat nanti akan atau tidak yang pasti Allah selalu membalas kebaikan hambanya melalui jalan-Nya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar